Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara konsumen melakukan transaksi. E-commerce, fintech, dan berbagai layanan digital lainnya kini menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, perubahan ini juga menghadirkan tantangan baru dalam aspek perlindungan konsumen. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana hukum perlindungan konsumen diterapkan dalam transaksi digital dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan regulasi.

Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Digital

Dalam transaksi digital, konsumen menghadapi berbagai risiko seperti penyalahgunaan data pribadi, penipuan daring, dan kerugian akibat produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Oleh karena itu, perlindungan konsumen harus mencakup:

1. Transparansi Informasi: Penjual harus memberikan informasi yang jelas mengenai produk atau layanan yang ditawarkan.
2. Keamanan Data Pribadi: Perlindungan terhadap data konsumen dari penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa: Harus ada jalur penyelesaian yang mudah diakses bagi konsumen yang merasa dirugikan.
4. Penegakan Hukum: Pemerintah harus aktif dalam mengawasi dan menindak pelanggaran hak konsumen.

Peraturan yang Mengatur Perlindungan Konsumen Digital

Peraturan yang berlaku di Indonesia dalam melindungi konsumen di ranah digital antara lain:

• UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999: Mengatur hak-hak konsumen secara umum.
• UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008: Mengatur transaksi elektronik dan keamanan data.
• Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019: Mengenai Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
• Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK): Mengatur perlindungan konsumen dalam sektor keuangan digital.